Rekayasa Sosial - Lentera Kumuh

Breaking

Selasa, 22 Oktober 2019

Rekayasa Sosial



Ada seorang raja menderita penyakit yang mengerikan. Sangat mengerikan. Sejumlah tabib Yunani dengan sepakat memutuskan bahwa penyakitnya hanya akan sembuh bila raja mau makan empedu orang dengan syarat-syarat tertentu. Raja memerintahkan agar orang itu dicari di seluruh penjuru negeri. Seorang anak petani dengan kualifikasi yang disebutkan para tabib itu ditemukan. Raja memberikan anugerah yang berlimpah kepada kedua orang tuanya sehingga mereka senang anaknya dijadikan korban. Jaksa Agung (Mahkamah Agung) memutuskan boleh menumpahkan darah rakyat untuk menyelamatkan nyawa raja. Algojo siap memotong kepalanya.

Tiba-tiba pemuda itu mendongak ke langit dan tersenyum. Raja bertanya, "Dalam keadaan seperti ini kamu masih bisa ketawa?" Anak muda itu menjawab, "Ayah dan bunda seharusnya menjaga dan merawat anak-anaknya, jaksa agung mestinya tempat menyampaikan pengaduan, dan raja menjadi sandaran untuk menegakkan keadilan. Tetapi kini ayah dan ibuku mengantarkan aku kepada kematian karena pertimbangan dunia. Jaksa Agung telah menjatuhkan vonisnya dan Sultan mencari keselamatan dengan menghancurkanku. Selain Tuhan, tidak ada lagi yang dapat melindungi ku. Kemana aku harus lari dari cengkraman tanganmu?, Akan ku cari keadilan yang bertentangan dengan kekuasaanmu."

Hati sang raja tersentuh. Ia menangis dan berkata, "Lebih baik aku binasa daripada menumpahkan darah yang tak bersalah." Raja mencium kepala anak mudah itu, memeluknya, dan memberikan kepadanya hadiah yang banyak serta membebaskannya. Menurut sahibul hikayat, pada saat itu juga raja sembuh dari penyakitnya.
Cerita Sa'di dalam agulistan di atas, dia terjemahkan sangat harfiah. Moral cerita ini sesungguhnya sederhana: sembuhkanlah penyakit raja yang mengerikan dengan sentuhan suara anak muda yang masih bersih. Atau jika ingin raja selamat, dengarkan suara anak muda, jangan membunuhnya.

Angin reformasi yang saat ini bertiup, entah semakin kencang atau semakin melemah, memberikan momentum baru bagi rekayasa sosial ini. Satu hal kecil yang layak dicatat: selama ini istilah merekayasa masyarakat selalu mengandung unsur negatif, akibat kegiatan-kegiatan praktis rekayasa yang dilakukan elit-elit politik tertentu yang memang tujuannya murni Machiavelis. Istilah rekayasa sosial jelas mengandung penolakan esensial terhadap ide determinisme sejarah, baik dialektika historis ala Marx dan Hegel maupun determinisme teologis yang berkedok agama. Lebih dari itu, istilah rekayasa sosial, secara hakiki mengandung penerimaan terhadap eksistensi masyarakat sebagai suatu entitas yang tidak sekedar kumpulan dari individu-individu.

Syahid Allamah Murtadha Muthahhari menjelaskan panjang lebar mengenai konsep Islam tentang eksistensi masyarakat. Masyarakat, sebagaimana individu, memiliki eksistensi yang mandiri: suatu masyarakat bisa memiliki dosa masyarakat, sebagaimana seorang individu bisa memiliki dosa individu. Imam Ali bin Abi Thalib dalam salah satu khotbahnya, dalam Nahjul Balaghah, menjelaskan: "Hai manusia, sesungguhnya yang membentuk suatu masyarakat ialah perasaan bersama untuk setuju dan tidak setuju."

Kemiskinan Indonesia atau di negara-negara dunia ketiga bukanlah masalah individual. Tapi jelas-jelas kausa efesiensi kemiskinannya adalah bobroknya tatanan sosial, ekonomi, atau lebih jelas lagi sifat tirani dari elit politik di negara-negara ini. Pernyataan bahwa sebab kemiskinan adalah kebodohan dan kemalasan orang miskin. Termasuk kesalahan logika yang disebut sebagai blaming the victims (menyalahkan korban).

MAKNA REKAYASA SOSIAL

Salah seorang toko sufi yang terkenal sering mengajarkan tasawuf lewat puisi dan cerita adalah Sa'adi. Sejak kecil dia berkelana ke berbagai negeri. Menyaksikan berbagai macam kebudayaan manusia. Berikut salah satu diantara ceritanya.

Suatu hari, di tengah-tengah Padang pasir, Nabi Musa melihat ada orang yang membutuhkan pertolongan. Kemudian, datanglah beliau dan mendapatkan sesorang yang sedang menanamkan tubuhnya yang telanjang ke dalam gundukan pasir.

"Ya, Nabi Allah, saya ini orang yang sangat miskin. Sama sekali tidak punya baju untuk menutup aurat saya. Karenanya, saya benamkan tubuh ini ke pasir. Perut saya kempis tidak berisi agar tidak meledak. Doakan mudah-mudahan Tuhan berkenang menolong saya dari krisis moneter sekarang ini. Lalu nabi Musa berdoa. Karena doa seorang Nabi, Tuhan pun mengijabahnya. Orang itu lalu diselamatkan dari gundukan pasir yang dalam kemudian memperoleh keuntungan dan harta yang berlimpah.

Dengan menggunakan bahasa flim horor, one month later. Nabi Musa datang ke sebuah kota. Beliau terkejut menyaksikan banyak berkerumunan di sekitar penjara sambil berteriak-teriak. Karena ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia masuk ke penjara itu. Ia terkejut untuk kedua kalinya, karena yang di penjara itu ternyata orang yang diselamatkan dari Padang pasir. Lalu Nabi Musa bertanya: "apa yang terjadi pada orang tersebut?".  Seseorang menjawab: "Orang ini pekerjaannya setiap hari mabuk-mabukan, bersenang-senang, tidak pernah bekerja. Suatu saat, dalam keadaan mabuk dia membunuh kawannya sendiri. Kerumunan orang ini adalah massa yang marah dan ingin balas dendam atas perbuatan orang itu.

Kemudian Nabi Musa melangkah mundur dari kerumunan itu dan mengucapkan ayat suci Al-Qur'an, yang artinya: Sekiranya Allah memberikan rezeki yang luas kepada hamba-hambanya, pastilah mereka berbuat zalim (kerusakan) di bumi ini (Al-Qur'an 42:27).

Setelah menyebutkan ayat Al-Qur'an itu, lalu nabi Musa mengucapkan 2 bait puisi Sa'adi:
"Sekiranya kucing-kucing miskin kita beri sayap, Maka kucing itu akan terbang dan akan menghabiskan semua telur burung Pipit".
Arti harfiahnya: Semua telur burung Pipit diusir dari dunia/kucing-kucing diberi sayap/mereka akan terbang dan menghabiskan semua telur burung Pipit.

Peristiwa ini juga mengajarkan bagaimana perubahan perilaku pada tingkat individual dapat berpengaruh pada perubahan perilaku orang lain. Tidak benar bahwa kalau orang miskin diberi kekayaan akan menjadi baik. Juga, tidak benar kalau orang kaya kita jarah akan berubah menjadi baik. Semua itu bergantung pada sumber daya manusianya. Peristiwa di atas menggambarkan bagaimana seorang miskin diberi kekayaan ternyata tidak bisa menggunakan kekayaan secara baik. Dia berfoya-foya, bermabuk-mabukan dan berbuat kerusakan yang akhirnya di penjarakan.

Sa'adi ingin mengajarkan bahwa kucing-kucing miskin jangan dijadikan pejabat. Sebab, mereka akan menghabiskan seluruh kekayaan di negeri kita. Namun ironisnya, di Indonesia kebanyakan pejabat dulunya kucing-kucing miskin ketika mendapat jabatan, rakusnya bukan main. Seluruh telur burung Pipit dihabiskan. Segala macam kayupun ikut dihabiskan. Salah kita sendiri mengangkat kucing-kucing miskin" !

Jadi, pada contoh itu. Kita melihat adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor yang luas, seringkali kita melihat faktor ekonomi mempengaruhi perubahan perilaku pada tingkat individual, perubahan perilaku itu berada pada tingkat individual, kelompok atau organisasi, sosial dan lembaga sosial.

Dalam kenyataannya, seringkali perubahan individu itu berpengaruh pada perubahan kelompok dan institusi sosial. Misalnya, penggunaan alat-alat kontrasepsi yang sering dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan sosial untuk memberikan contoh perubahan pada individu, kelompok, sampai dengan institusi sosial. Tatkala alat kontrasepsi (alat keluarga berencana) diperkenalkan, individu mengubah cara pandangnya tentang anak-anak. Dalam kasus di atas, anak tidak lagi dipandang sebagai anugerah Allah, tetapi sebagai beban; makin banyak anak, makin besar beban seseorang.

Perubahan sosial yang bergerak  melalui rekayasa sosial harus dimulai dengan perubahan cara berpikir, "Mustahil ada perubahan ke arah yang benar kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak kita". Karena Setiap perubahan sosial mengarahkan perhatian kita pada perubahan individual, dengan mengubah sikap dan nilai individu. Pada tingkat kelompok, kita menemukan adanya perubahan pada norma-norma sosial. Dan Norma adalah aturan yang mengatur orang dalam kehidupan kelompok. Istilah kerennya, norma itu adalah social control.

Saat ini, kebanyakan rakyat Indonesia telah terjadi perubahan norma-norma sosial secara administratif. Maksudnya, ada perubahan norma yang terjadi sebagai dampak dari perubahan organisasi sosial. Itulah yang kita sebut dengan "perubahan prosedur" bukan "kesalahan prosedur".

Perubahan pada institusi sosial terjadi akibat berubahnya sistem politik, pendidikan, dan sebagainya. Perubahan pada institusi sosial ini bisa cepat, juga berangsur-angsur. Revolusi adalah perubahan institusi sosial yang berlangsung cepat bukan seperti evolusi yang terjadi perlahan-lahan.

Di Indonesia, yang terjadi adalah reformasi atau perubahan sistem sosial, politik, dan ekonomi yang bertahap. Dalam sebuah diskusi dengan Mas Amien Rais pada pengukuhannya sebagai aman of the year versi majalah ummat, saya katakan bahwa revolusi artinya perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang berlangsung cepat. Tetapi, orang segan menggunakan kata revolusi karena punya muatan politis yang tidak enak. Padahal, dari segi ilmu sosial, politik dan ekonomi, revolusi itu berarti perubahan besar-besaran dalam waktu yang cepat.

Setiap hari, masyarakat itu sebetulnya berubah walaupun secara evolusioner. Saat ini, kita sedang menyaksikan sebuah perubahan sosial yang besar-besaran di Indonesia. Kita perhatikan secara perlahan-lahan sistem politik kita berubah. Sekarang kita melihat adanya kebebasan mengkritik presiden, pejabat dan para menteri. Namun, pada saat yang sama, ada orang atau kelompok yang tidak suka perubahan dan bereaksi keras terhadapnya. Kita juga menyaksikan dampak-dampak dari perubahan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar