Gender dan peren gender dalam masyarakat bugis - Lentera Kumuh

Breaking

Jumat, 24 April 2020

Gender dan peren gender dalam masyarakat bugis



Masyarakat Bugis menerepkan prinsip kesetaraan gender dalam sistem kekerabatan bilateral, dimana pihak ibu dan bapak memeiliki peran setara untuk menentukan garis kekerabatan, sehingga mereka menganggap laki-laki maupun perempuan mempunyai peran sejajar walaupun berbeda dalam kehidupan sosial. Perbedaan inilah yang menjadi kemitraan dalam menjalankan perannya masing-masing.

Crawfurd menulis, "perempuan tampil di muka umum adalah sesuatu yang wajar; mereka aktif dalam semua bidang kehidupan; menjadi mitra diskusi pria dalam urusan publik, bahkan tidak jarang menduduki tahta pemerintahan, padahal menjadi pemerintah ditentukan lewat proses pemilihan" (Crawfurd, History: 74). Jadi, sebaiknya laki memandang perempuan tidaknya sebatas makhluk seksual, tapi sebagai partnert diskusi untuk laki-laki.

Pada awal perkawinan, pasangan pengantin baru biasanya tinggal di rumah istri, sehingga tidak terlalu memberi ruang gerak bagi laki-laki untuk mendominasi istrinya. Menurut pepatah orang Bugis, wilayah perempuan adalah sekitar rumah, sedangkan ruang gerak kaum pria "menjulang hingga ke langit". Pepatah tersebut menjelaskan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Baik petani, nelayan, pedagang, tukang kayu, tukang antar galong, ruang aktivitas utama laki-laki adalah di luar rumah. Dialah tulang punggung penghasilan keluarga dan dialah bertugas mencari nafkah. Sementara perempuan sebagai ibu menjalankan kewajibannya dan berbelanja keperluan keluarga. Pekerjaan utamanya dalam rumah dan sekitarnya serta mengatur dan membelanjakan pendapatan suami selaku pengurus yang bijaksana.

Tapi gambaran di atas belum memperlihatkan potret utuh. Tidak jarang perempuan ikut mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, baik dalam pekerjaan kantor, luar ruangan, dan khususnya pekerjaan yang membutuhkan banyak orang. Laki-laki kadang turun tangan pula melakukan tugas rumah tangga yang lazim dijalankan perempuan. Pembagian kerja ini tidak berarti bahwa perempuan hanya diberi pekerjaan yang ringan sementara laki-laki bagian yang berat. Yang penting bukan tentang perbedaan tugas melainkan saling melengkapi: perbedaan itulah yang mendasari kemitraan laki-laki dan perempuan dalam saling menopang kepentingan masing-masing dan saling merepotkan serta saling membantu.

Perbedaan gender memang berlaku dalam hal cara berpakaian, sikap dan gerak-gerik fisik, serta tingkah laku, walau batasannya sering tumpang tindih dan sangat fleksibel. Perbedaan perilaku berdasarkan gender di kalangan orang Bugis memang ada, tapi fleksibilitasnya tergambar lewat ungkapan "meskipun dia laki-laki, jika memiliki sifat keperempuanan, maka dia adalah perempuan. Dan perempuan yang memiliki sifat kelaki-lakian adalah laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar