Sembunyi Dari Covid-19 - Lentera Kumuh

Breaking

Minggu, 05 April 2020

Sembunyi Dari Covid-19



Setelah kejadian kemarin di salah satu kedai kopi, Covid-19 pun mencari-cari keberadaanku untuk membunuhku. Hari-hari yang ku jalani kini penuh dengan rasa was-was, rasa takut, tidur tidak nyenyak, makan tidak tenang, kopi terasa hambar, sebuah kehidupan yang betul-betul hampa.

Suatu malam saya memberanikan diri untuk keluar menenangkan diri. Di tengah perjalanan saya mendengar sebuah suara yang asing untuk saya, merinding bulu romaku karna suara itu bersumber dari kuburan. Saya dipenuhi rasa takut dan juga rasa penasaran. ku beranikan diri untuk mendekati sumber suara itu dan ternyata ada sosok orang tua yang sedang duduk bersila di dekat salah satu kuburan.
"Dengan nada yang gemetaran saya bertanya kepadanya, siapa kamu ?"
"Cak Dlahom.. Apa yang sedang kamu lakukan disini anak muda ?"
"saya hanya menenangkan diri dari ancaman Covid-19, cak"
Saya begitu ketakutan, dia ingin membunuh saya cak. Gara-gara dia hidup yang saya jalani kini sangat membosankan, sehari-hari dihantui ketakutan,  saya kebingungan harus sembunyi dimana lagi. saya hidup tapi serasa dalam kematian.
Cak DLahom hanya cekikikan mendengar keluhanku.
"Apa yang lucu, cak ?"
"Suatu hari ikan-ikan melompat keluar empan dan bertanya, dimana air ?
ikan-ikan itu tidak tahu bahwa selama ini mereka sudah berada di air setiap saat"
"Kok lucu sih ikan-ikan itu. Ada air malah mencari dimana air.
"Sama lucunya dengan kamu anak muda."
"kok saya, cak ?"
"Karna kamu selalu mencari tempat sembunyi padahal sahabat sejati manusia adalah kematian, kita tidak mungkin bisa sembunyi darinya. Sebaik-baiknya tempat sembunyi adalah kepada-Nya, Dan Allah itu meliputimu setiap saat, lebih dari denyutan nadi yang paling halus yang pernah kamu dengar atau rasakan. Persoalannya bagaimana kamu mengenali Allah, sementara shalatmu masih sebatas lahiriah. Sedekahmu masih kamu tulis di pembukuan laba rugi kehidupanmu. kamu merasa pintar sementara bodoh saja tidak punya."
"Ya Allah... Betapa bodohnya saya, Cak."
" Yang bilang kamu pintar itu siapa anak muda?
kamu itu hanya merasa pintar dan merasa bodoh. Padahal dua-duanya kamu tidak punya."

Perkataan Cak Dlahom serasa sebuah petir yang tiba-tiba menghancurkan tubuhku.
Saya kembali bertanya, Jadi bagaimana saya menanggapi masalah saya, Cak ?
Lagi-lagi cak dlahom cekikin dan berkata: Nabi Musa gagal berguru pada nabi khaidir karna dia banyak tanya. ketawanya kembali meletus.
"Lahh, Cak...."
"Begini anak muda, masalah dan persoalan manusia pada hakekatnya sama hanya sekepalan tangan. Hidup bisa menjadi berat atau menyegarkan, tergantung manusia dalam menempatkan hatinya. Menjadi hanya sebatas air di dalam galong atau seluas air di empan."

Lewat musibah, kita seharusnya menyadari diri kita fakir, tidak punya apa-apa, tidak punya daya kekuatan apapun di hadapan Allah. Keburukan dan kebaikan akan diberikan oleh Allah pada kita, setelah kita sanggup mematikan nafsu. itu sebagai cobaan, sebagai fitnah untuk kita agar kamu tahu semuanya akan kembali kepada Allah. Kita ingin makan, tidur, minum, bersenggama, dan sebagainya itu adalah nafsu hewan kita. Kita takut, bosan, malas, benci, marah, bombe, dan sebagainya adalah nafsu setanmu. Kita ingin shalat, berpuasa, berhaji, bersedekah, itu semua adalah nafsu malaikat kita. Semua itu berkumpul di dalam diri kita dan semua itu harus kita kendalikan agar kita mengenal diri lalu mengenal Tuhan.

Lalu apa lagi yang kamu cemaskan ? mengalirlah seperti air, Air tidak pernah menolak yang datang padanya. Bulan dan bangkai sama-sama diapungkannya. Bawa saja semuanya, hadapi. Alirkan semuanya hanya menuju kepada dzat pelindung. semata hanya kepada-Nya. tidak ada yang lain. tidak kepada yang lain.

ketika Cak Dlahom lagi asyik-asyiknya menjelaskan, tiba-tiba muncul sosok berwarna putih dibelakang Cak Dlahom yang sedang duduk bersila. Saya lari ketakutan dan Cak Dlahom hanya ketawa terbahak-bahak membuat saya bangun dari mimpiku.. hahahaha Jancuk

Referensi Buku: Rusdi Mathari - Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya (kisah sufi dari madura) 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar